Tuesday, 13 November 2018

Al Quran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 25 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

al quran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


al quran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 25

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam Surga-surga itu, mereka mengatakan: 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.' Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan bagi mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (QS. 2: 25)

Balasan Bagi Orang-orang Mukmin yang Shalih.

Setelah Allah Ta'ala menyebutkan adzab dan siksaan yang disediakan bagi musuh-musuh-Nya dari kalangan orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang kafir kepada-Nya dan kepada Rasul-rasul-Nya, selanjutnya Dia mengiringinya dengan menyebutkan keadaan para wali-Nya dari kalangan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, serta membuktikan iman mereka dengan 'amal shalih. Dan itulah makna penyebutan al-Qur-an sebagai "Matsaani" menurut pendapat 'ulama yang paling benar, sebagaimana yang akan kami uraikan pada tempatnya. Yaitu penyebutan iman yang diiringi dengan penyebutan kekufuran, atau sebaliknya. Atau penyebutan orang-orang yang berbahagia diiringi dengan penyebutan orang-orang yang celaka dan sebaliknya. Kesimpulannya adalah penyebutan sesuatu dan disertai kebalikannya (secara beriringan).

Adapun penyebutan sesuatu dengan apa yang menyerupainya disebut sebagai tasyabbuh, sebagaimana akan kami terangkan lebih lanjut insya Allah. Oleh karenanya (al-Qur-an selalu mengiringi penyebutan sesuatu dengan kebalikannya, maka setelah menyebutkan orang-orang yang celaka), Allah Ta'ala berfirman:

"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya."

Dijelaskan bahwa di bawahnya mengalir sungai-sungai, yakni di bawah pepohonan dan kamar-kamarnya.

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa sungai-sungai di Surga mengalir tanpa parit. Disebutkan pula tentang sifat telaga al-Kautsar bahwa tepiannya adalah mutiara yang berongga. Tidak ada pertentangan antara keduanya. Tanahnya terbuat dari minyak kasturi al-adzfar, pasirnya dari mutiara dan permata. Kita memohon kepada Allah karunia-Nya, sesungguhnya Dia Maha Melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Sungai-sungai Surga memancar dari bawah anak bukit atau gunung yang terbuat dari kasturi.'" (108)

Diriwayatkan juga dari Masruq, ia berkata, "'Abdullah mengatakan: 'Sungai-sungai Surga memancar dari gunung kasturi.'" (109)

Al Quran


Keserupaan Buah-buahan Surga Sebagian dengan Sebagian Lainnya.

Firman Allah Ta'ala:

"Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam Surga-surga itu, mereka mengatakan: 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.'"

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir, ia mengatakan: "Rerumputan Surga terbuat dari za'faran, bukitnya terbuat dari kasturi. Mereka akan dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda belia dengan membawa buah-buahan dan penduduk Surga memakannya. Kemudian mereka diberikan lagi buah-buahan yang serupa. Maka berkatalah penduduk Surga: 'Ini adalah buah-buahan yang kalian bawa tadi.' Maka para pelayan muda tersebut berkata: 'Makanlah, warnanya serupa tetapi rasanya berbeda.'" Itulah makna dari firman Allah Ta'ala: "Mereka diberi buah-buahan yang serupa." Abu Ja'far ar-Razi meriwayatkan dari ar-Rabi' bin Anas, dari Abul 'Aliyah, ia mengatakan: "Mereka diberi buah-buahan yang serupa," antara buah yang satu dengan buah yang lainnya ada kemiripan, tetapi rasanya berbeda. (110)

'Ikrimah mengatakan: "Mereka diberi buah-buahan yang serupa," maksudnya serupa dengan buah-buahan di dunia, hanya saja buah-buahan di Surga lebih baik. (111)

Sufyan ats-Tsauri meriwayatkan dari al-A'masy, dari Abu Zhibyan, dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhum, ia mengatakan: "Tidak ada keserupaan antara buah-buahan Surga dengan buah-buahan di dunia, kecuali hanya namanya saja." Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidak ada di dunia ini sesuatu yang menyerupai apa yang ada di Surga, kecuali namanya saja." (112)

Isteri-isteri yang Suci Bagi Penduduk Surga.

Mengenai firman Allah Ta'ala: "Dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci," Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia mengatakan: "Maksudnya, suci dari noda dan kotoran." (113)

Mujahid mengatakan: "Yaitu suci dari haidh, tinja, air seni, dahak, ingus, mani maupun anak." (114)

Qatadah mengatakan: "Suci dari kotoran dan perbuatan dosa." Dalam salah satu riwayat darinya ia berkata: "Tidak pernah haidh dan tidak memiliki beban untuk beramal."

Hal yang sama diriwayatkan dari 'Atha', al-Hasan, adh-Dhahhak, Abu Shalih, 'Athiyyah, dan as-Suddi. (115)

Sedangkan firman-Nya: "Dan mereka kekal di dalamnya," itulah kebahagiaan yang sempurna. Dengan nikmat tersebut, mereka berada di tempat yang aman dari kematian, sehingga kenikmatan itu tiada akhir dan tidak akan ada habisnya. Bahkan mereka senantiasa berada dalam kenikmatan abadi selama-lamanya. Semoga Allah 'Azza wa Jalla memasukkan kita ke dalam golongan mereka, sesungguhnya Dia Maha Pemurah, Mahamulia lagi Maha Penyayang.

Baca selanjutnya:



al quran

===

Catatan Kaki:

(108) Ibnu Abi Hatim 1/87.

(109) Ibnu Abi Hatim 1/88.

(110) Ibnu Abi Hatim 1/90.

(111) Tafsiir ath-Thabari 1/391.

(112) Tafsiir ath-Thabari 1/392.

(113) Tafsiir ath-Thabari 1/395.

(114) Tafsiir ath-Thabari 1/396.

(115) Ibnu Abi Hatim 1/91.

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

AlQuran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 23-24 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

alquran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


alquran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 23-24

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur-an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. (QS. 2: 23) Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir. (QS. 2: 24)

Penetapan Risalah Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

Setelah menetapkan bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, selanjutnya Dia menetapkan kenabian. Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang kafir: "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami," maksudnya adalah Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka "fa'-tuu bisuuratin" buatlah satu surat yang serupa dengan surat dari Kitab (al-Qur-an) yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Jika kalian menyangka bahwa wahyu itu diturunkan dari selain Allah, bandingkanlah surat buatan kalian itu dengan apa yang telah dibawa oleh Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dan untuk itu mintalah bantuan kepada siapa saja yang kalian kehendaki selain Allah 'Azza wa Jalla. Maka sesungguhnya kalian tidak akan mampu melakukannya.

Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata: "Syuhadaa-a kum" berarti para penolong kalian. (99)

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik, ia mengatakan: "Arti syurakaa-ukum (sekutu) yaitu kaum lain yang mau membantu kalian untuk melakukan hal tersebut. Dan mintalah bantuan kepada sembahan-sembahan kalian yang kalian anggap mampu membantu dan menolong kalian." (100)

Mujahid berkata: "Wad'uu syuhadaa-a kum" maksudnya orang-orang yang bersedia menjadi saksi atas hal itu, yakni para pujangga dan ahli bahasa. (101)

Tantangan (Allah) dan Ketidakmampuan (Orang-orang kafir) untuk Menandingi AlQuran


Allah juga telah menantang mereka untuk melakukan hal tersebut pada banyak surat dalam al-Qur-an. Allah berfirman dalam surat al-Qashash:

"Katakanlah, 'Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan al-Qur-an), niscaya aku mengikutinya, jika kamu memang orang-orang yang benar.'" (QS. Al-Qashash: 49)

Allah berfirman dalam surat al-Israa':

"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur-an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.'" (QS. Al-Israa': 88)

Allah berfirman dalam surat Huud:

"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad telah membuat-buat al-Qur-an itu.' Katakanlah: '(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.'" (QS. Huud: 13)

Demikian juga dalam surat Yunus:

"Tidaklah mungkin al-Qur-an ini dibuat oleh selain Allah, akan tetapi (al-Qur-an itu) membenarkan Kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Katakanlah: '(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggilah siapa saja yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.'" (QS. Yunus: 37-38)

Semua ayat di atas diturunkan di Makkah.

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menantang mereka melakukan hal tersebut di Madinah, seperti yang tercantum dalam ayat ini. Dia berfirman: "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengannya," yaitu yang serupa dengan al-Qur-an. Demikianlah yang dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah serta dipilih oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, az-Zamakhsyari, ar-Razi dan dinukil dari 'Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, al-Hasan al-Bashri dan mayoritas muhaqqiq (102). Pendapat ini dinilai kuat dengan berbagai pertimbangan. Yang terbaik di antaranya bahwa Allah 'Azza wa Jalla menantang mereka secara keseluruhan, baik orang-perorang maupun secara kelompok, baik yang buta huruf ataupun yang ahli bahasa. Ini adalah tantangan yang paling tegas dan sempurna daripada sekedar menantang orang perorang dari mereka yang tidak mahir menulis dan belum mendalami ilmu sedikit pun. Mereka pun berdalil dengan firman-Nya:

"Kalau demikian, maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya." (QS. Huud: 13)

Dan juga firman-Nya:

"Niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya." (QS. Al-Israa': 88)

Tantangan ini umum ditujukan kepada mereka semua, sedangkan mereka adalah ummat yang paling fasih berbahasa. Allah telah menantang mereka berulang kali, baik di Makkah maupun di Madinah, sedangkan mereka adalah ummat yang sangat memusuhi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan membenci agama yang beliau bawa. Meskipun demikian mereka sama sekali tidak mampu melakukannya.

Karena itulah Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)." Kata "lan" berfungsi untuk menafikan (meniadakan) selama-lamanya di masa yang akan datang. Artinya kalian tidak akan pernah bisa melakukannya selama-lamanya.

Ini pun merupakan mukjizat lain, di mana Allah memberikan sebuah kabar yang pasti dengan berani tanpa rasa takut ataupun khawatir, bahwa al-Qur-an tidak akan pernah dapat ditandingi selamanya. Fakta membuktikan bahwa sejak dahulu hingga sekarang dan sampai kapanpun tidak akan ada yang mampu menyamai al-Qur-an dan tidak mungkin bagi seseorang untuk melakukannya. Al-Qur-an adalah firman Allah, Rabb pencipta segala sesuatu, maka bagaimana mungkin firman Sang Pencipta diserupakan dengan ucapan makhluk?!

Di Antara Bentuk Mukjizat al-Qur-an

Siapa saja yang mencermati dan memperhatikan al-Qur-an dengan seksama niscaya dia akan menemukan berbagai keunggulannya yang tidak tertandingi dalam seni sastra, baik yang tersurat maupun yang tersirat, baik dari sisi lafazh maupun makna. Allah Ta'ala berfirman: "Alif laam ra-dhiyallaahu 'anha', (inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu." (QS. Huud: 1) Artinya, lafazh-lafazhnya dikokohkan dan makna-maknanya diterangkan secara rinci, atau sebaliknya (lafazh-lafazhnya diterangkan dengan rinci dan makna-maknanya dikokohkan). Dengan demikian seluruh kata dan maknanya dikemukakan secara fasih, tidak ada yang dapat menyamai dan menandinginya. Di dalamnya Allah mengabarkan berita-berita ghaib yang telah terjadi dan memang hal itu terjadi sama persis dengan apa yang dikabarkan tersebut. Di dalamnya Dia memerintahkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (al-Qur-an), sebagai kalimat yang benar dan adil." (QS. Al-An'aam: 115) Artinya, benar dalam berita yang disampaikan al-Qur-an dan adil dalam hukum-hukum yang dimuatnya. Dengan demikian, seluruh kandungan al-Qur-an adalah benar, adil dan merupakan petunjuk. Di dalamnya tidak ada sedikit pun kecerobohan, kebohongan atau sesuatu yang dibuat-buat. Tidak seperti sya'ir-sya'ir Arab dan sya'ir'isya'ir selain mereka yang diwarnai dengan berbagai kecerobohan serta kebohongan, dan sya'ir-sya'ir itu tidak akan indah kecuali dengan hal-hal seperti itu. Sebagaimana diungkapkan dalam sya'ir:

"Sesungguhnya kata yang paling sedap adalah kata yang paling dusta."

Engkau temukan dalam qashidah (untaian sya'ir) yang panjang pada umumnya berisi penyebutan sifat-sifat wanita, kuda atau minuman keras. Atau pujian terhadap orang tertentu, terhadap kuda, unta, perang atau peristiwa dan tragedi yang terjadi. Dan juga binatang buas atau suatu fenomena yang terjadi, yang mana semua itu tidak mengandung faedah, kecuali hanya menonjolkan kemampuan mutakallim (pembicara) tertentu dalam mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi atau detail, atau menampilkan sesuatu dengan tampilan yang nyata. Kemudian engkau dapati ia mengarang satu atau dua bait sya'ir atau bahkan lebih yang kebanyakannya hanyalah sya'ir-sya'ir qashidah dan sebagian besar isinya tidak mengandung manfaat sama sekali.

Sedangkan al-Qur-an, seluruh kandungannya benar-benar fasih. Berada di puncak keindahan bahasa bagi orang-orang yang memahaminya secara rinci maupun global, yakni bagi mereka yang memahami ucapan dan ungkapan bahasa Arab.

Jika engkau merenungkan berita-berita dari al-Qur-an, pasti engkau akan mendapatinya berada di puncak cita rasa yang mengagumkan, baik disajikan secara panjang lebar maupun singkat, baik berulang-ulang ataupun tidak. Setiap kali diulang, maka semakin mempesona dan tinggi cita rasa keindahannya. Tidak basi dengan banyaknya pengulangan dan tidak menjadikan para 'ulama menjadi bosan. Jika Allah memberikan ancaman dan peringatan keras di dalamnya, maka gunung-gunung yang berdiri kokoh menjadi goncang karenanya. Maka bagaimana pendapatmu dengan hati yang benar-benar memahami hal tersebut? Dan jika Allah berjanji, Dia mengemukakannya dengan ungkapan yang dapat membuka hati dan pendengaran, sehingga hati pun merindukan Surga yang penuh kedamaian di sisi 'Arsy ar-Rahmaan. Sebagaimana firman-Nya yang mengandung targhiib (dorongan) berikut ini:

"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. As-Sajdah: 17)

Allah juga berfirman:

"Dan di dalam Jannah itu terdapat segala apa yang diinginkan oleh hati dan sedap (di pandang) mata dan kalian kekal di dalamnya." (QS. Az-Zukhruf: 71)

Adapun tarhiib (ancaman) yang Allah sampaikan di antaranya dalam firman-Nya:

"Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Allah) yang menjungkir-balikkan sebagian daratan bersama kamu?" (QS. Al-Israa': 68)

Allah juga berfirman:

"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjurkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku." (QS. Al-Mulk: 16-17)

Dalam memberikan teguran, Allah Ta'ala berfirman:

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya." (QS. Al-'Ankabuut: 40)

Sedangkan dalam memberikan nasihat Dia berfirman:

"Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya." (QS. Asy-Syu'aaraa': 205-207)

Selain itu, masih banyak bentuk-bentuk kefasihan, balaghah dan keindahan lainnya.

Ketika ayat-ayat al-Qur-an berkaitan dengan hukum, perintah dan larangan, maka ayat-ayat itu mencakup perintah-Nya untuk mengerjakan seluruh perkara yang ma'ruf, baik, bermanfaat dan Dia cintai, serta larangan-Nya dari seluruh perkara yang buruk, hina dan tercela. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu dan 'ulama Salaf lainnya, ia mengatakan: "Jika engkau mendengar Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman,' maka siapkanlah pendengaranmu dengan baik, karena ayat itu mengandung kebaikan yang Dia perintahkan atau keburukan yang Dia larang." Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman:

"Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka." Dan ayat seterusnya (QS. Al-A'raaf: 157)

Dan jika ayat-ayat al-Qur-an menerangkan tempat kembali manusia di akhirat serta huru-hara di dalamnya, juga menyifati Surga dan Neraka serta apa yang dijanjikan Allah bagi para wali-Nya berupa kenikmatan dan kelezatan, dan ancaman Allah bagi musuh-musuh-Nya berupa siksa dan adzab yang pedih, maka ayat-ayat tersebut memberikan kabar gembira atau memberikan peringatan dan menyeru kepada perbuatan baik serta menjauhi segala macam kemunkaran. Selain itu ayat-ayat tersebut juga mengajak manusia agar zuhud terhadap dunia, mencintai kehidupan akhirat dan menetapi jalan yang lebih utama, serta memberikan petunjuk kepada jalan Allah yang lurus dan syari'at-Nya yang benar, dan melenyapkan berbagai gangguan syaitan terkutuk yang mengotori hati.

Al-Qur-an Adalah Mukjizat Terbesar Nabi Kita Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak seorang pun dari para Nabi melainkan telah diberikan kepadanya beberapa mukjizat yang manusia akan beriman dengannya. Adapun mukjizat yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah. Dan aku berharap menjadi Nabi yang paling banyak memiliki pengikut pada hari Kiamat." (103)

Lafazh di atas berdasarkan riwayat Muslim.

Sabda beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, "Adapun mukjizat yang diberikan kepadaku adalah wahyu," maksudnya bahwa yang dikhususkan kepadaku di antara para Nabi lainnya adalah al-Qur-an yang tidak mungkin ada ummat manusia yang mampu menandinginya. Berbeda dengan Kitab-kitab lainnya yang diturunkan oleh Allah, karena Kitab-kitab itu bukan mukjizat menurut pendapat kebanyakan 'ulama. Wallaahu a'lam.

Dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memiliki bukti-bukti kenabian dan kebenaran dari apa yang beliau bawa yang jumlahnya tidak terhitung. Hanya milik Allah-lah pujian dan sanjungan.

Yang Dimaksud dengan Batu.

Firman Allah Ta'ala:

"Maka peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir." Kata al-waquud artinya sesuatu yang dilemparkan ke dalam Neraka untuk menyalakan apinya, sebagaimana kayu bakar dan yang lainnya. Hal yang sama disebutkan dalam firman-Nya:

"Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi Neraka Jahannam." (QS. Al-Jinn: 15)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu 'ibadahi selain Allah adalah umpan Neraka Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu ilah-ilah, tentulah mereka tidak masuk Neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya." (QS. Al-Anbiyaa': 98-99)

Maksud kata al-hijaarah (batu) dalam ayat di atas adalah batu pemantik api yang besar, berwarna hitam, sangat keras dan berbau busuk. Batu inilah yang suhunya paling panas ketika membara. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud batu di sini adalah patung-patung yang dahulunya disembah selain Allah, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu 'ibadahi selain Allah adalah umpan Jahannam," dan ayat selanjutnya. (QS. Al-Anbiyaa': 98)

Mengenai firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Yang disediakan bagi orang-orang kafir," dhamir (kata ganti) pada kata "u'iddat" kembali kepada Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, dan mungkin juga kembali kepada batu. Tidak ada pertentangan makna di antara kedua pendapat ini, karena keduanya (Neraka dan batu tersebut) tidak bisa dipisahkan. U'iddat berarti disediakan dan dipersiapkan bagi orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, dari Muhammad, dari 'Ikrimah atau Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa "u'iddat lil kaafiriin" artinya disediakan bagi orang-orang seperti kalian yang berada dalam kekufuran. (104)

Neraka Jahannam Telah Ada Sekarang.

Di antara imam Ahlus Sunnah banyak yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bahwa Neraka telah ada sekarang ini, berdasarkan firman-Nya: "u'iddat" yang artinya telah disediakan atau telah dipersiapkan. Banyak juga hadits-hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya adalah hadits:

"Surga dan Neraka telah saling berdebat." (105)

Demikian juga hadits:

"Neraka pernah meminta izin kepada Rabb-nya, ia berkata: 'Wahai Rabb-ku, sebagian dariku memakan sebagian lainnya.' Lalu Allah mengizinkan baginya dua nafas: Satu nafas pada musim dingin dan satu nafas pada musim panas." (106)

Dan juga hadits Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu: "Kami pernah mendengar bunyi sesuatu yang jatuh, lalu kami pun bertanya: 'Apa itu?' Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Itulah batu yang dijatuhkan dari tepi Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang lalu dan baru sekarang sampai di dasarnya.'"

Dan ini adalah riwayat Muslim. (107)

Demikianlah pula hadits tentang shalat Gerhana, malam Isra' dan hadits-hadits mutawatir lainnya yang berkenaan dengan makna ini.

Baca selanjutnya:



alquran

===

Catatan Kaki:

(99) Tafsiir ath-Thabari 1/376.

(100) Ibnu Abi Hatim 1/84.

(101) Ibnu Abi Hatim 1/85.

(102) Ulama yang senantiasa meneliti kembali berbagai permasalahan agama dengan merujuk kepada dalil-dalilnya, -pent.

(103) Fat-hul Baari 8/619 dan Muslim 1/134. Al-Bukhari no. 4981, Muslim no. 152.

(104) Tafsiir ath-Thabari 1/383.

(105) Muslim 4/2186. Al-Bukhari no. 4850, Muslim no. 2847.

(106) Al-Bukhari no. 537, dan Tuhfatul Ahwadzi 7/317. At-Tirmidzi no. 2592. Namun setelah kami lihat referensi asli, yaitu Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, ternyata kami dapati lafazh-lafazhnya berbunyi, "Neraka mengeluh kepada Rabb-nya." Wallaahu a'lam.

(107) Muslim 4/2184 no. 2844.

alquran

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Monday, 12 November 2018

Tafsir Quran Terbaik Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 21-22 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

tafsir quran terbaik

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


tafsir quran terbaik
Surat al-Baqarah

Keesaan dan Kekuasaan Allah 'Azza wa Jalla, -pent.

Al-Baqarah, Ayat 21-22

Hai manusia, ibadahilah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa. (QS. 2: 21) Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. 2: 22)

Tauhid Uluhiyyah (Keesaan Allah Dalam Hal Ibadah)

Berikutnya Allah Tabaaraka wa Ta'aala menjelaskan keesaan Uluhiyyah-Nya, bahwa Dialah yang menganugerahkan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tidak ada menjadi ada, serta menyempurnakan bagi mereka nikmat lahir maupun batin, Dia menjadikan bagi mereka bumi yang terhampar seperti tikar sehingga dapat ditempati dan dihuni, yang dikokohkan dengan gunung-gunung yang tinggi menjulang, "Dan langit serta pembangunannya," (QS. Asy-Syams: 5) yaitu dijadikan-Nya langit sebagai atap. Sebagaimana Dia berfirman di ayat lain: "Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya." (QS. Al-Anbiyaa': 32)

"Dan Dia telah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka." Yang dimaksud dengan langit di sini adalah awan yang turun ketika mereka membutuhkan. Lalu Dia mengeluarkan untuk mereka buah-buahan dan tanaman seperti yang mereka saksikan sebagai rizki bagi mereka dan juga ternak mereka. Sebagaimana disebutkan pada banyak tempat di dalam al-Qur-an.

Di antara ayat yang serupa dengan ini adalah firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Allah-lah yang menjadikan bumi bagimu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentukmu lalu membaguskan rupamu serta memberi rizki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian adalah Allah Rabbmu, Mahaagung Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-Mu'-min: 64)

Ayat ini menjelaskan bahwa Dialah Pencipta, Pemberi rizki, Raja alam semesta berikut penghuninya dan yang memberi rizki kepada mereka. Dengan demikian, hanya Dialah yang berhak diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, Allah berfirman: "Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 22)

Dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu, ia menceritakan:

"Aku pernah bertanya: 'Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.'" (95) (Dan hadits selanjutnya).

Demikian juga hadits Mu'adz ra-dhiyallaahu 'anhu:

"Tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya? Yaitu mereka beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun." (96) (Dan hadits selanjutnya).

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak fulan.' Akan tetapi hendaklah ia mengatakan: 'Atas kehendak Allah, kemudian kehendak fulan.'" (97)

Tafsir Quran Terbaik


Dalil-dalil yang Menunjukkan Adanya Allah Ta'ala

Banyak ahli tafsir, di antaranya ar-Razi dan selainnya menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan adanya Sang Pencipta (Allah 'Azza wa Jalla). Ayat tersebut menunjukkannya dengan metode terbaik. Karena barangsiapa memperhatikan semua ciptaan-Nya, baik yang ada di bumi maupun di langit, perbedaan bentuk, warna, karakter, serta manfaatnya, dan semua itu diletakkan pada tempat yang mendatangkan manfaat secara tepat, niscaya ia akan mengetahui kekuasaan Penciptanya, meyakini hikmah, ilmu, kecermatan, dan keagungan kekuasaan-Nya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Arab badui ketika ditanya: "Apa dalil yang menunjukkan adanya Rabb?" Maka mereka menjawab: "Subhaanallaah, kotoran unta menunjukkan adanya unta, dan jejak kaki menunjukkan adanya orang yang pernah berjalan. Bukankah langit mempunyai gugusan bintang, bumi memiliki jalan-jalan yang lurus, dan lautan mempunyai gelombang? Tidakkah yang demikian itu menunjukkan adanya Allah Yang Mahalembut dan Maha Mengetahui? (98)

Maka barangsiapa yang memperhatikan ketinggian dan luasnya langit serta berbagai bintang, komet dan planet, juga merenungkan bagaimana semua benda itu berputar di falak (orbit) yang luar biasa besarnya pada setiap siang dan malam hari, dan pada saat yang sama masing-masing benda itu berputar pada porosnya. Juga memperhatikan lautan yang mengelilingi bumi dari segala arah, serta gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar menjadi tetap dan tidak bergoyang dan penduduknya dapat tinggal di dalamnya walaupun dengan bentuk permukaan bumi yang bermacam-macam dan berwarna-warni, sebagaimana Allah berfirman:

"Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan sejenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Faathir: 27-28)

Demikian pula sungai-sungai yang mengalir dari satu daerah ke daerah lain yang membawa berbagai manfaat. Diciptakan juga berbagai macam binatang, tumbuh-tumbuhan yang memiliki rasa, bau, bentuk dan warna yang beraneka ragam, padahal tumbuh-tumbuhan itu hidup pada tanah dan air yang sama. Maka semua itu menjadi dalil adanya Rabb Sang Pencipta, dan menunjukkan kekuasaan-Nya yang agung, hikmah, rahmat, kelembutan dan kebaikan-Nya kepada semua makhluk yang Dia ciptakan. Tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, hanya kepada-Nya kami bertawakkal dan kepada-Nya-lah kami kembali.

Ayat-ayat al-Qur-an yang menunjukkan hal ini sangatlah banyak.

Baca selanjutnya:


tafsir quran terbaik

===

Catatan Kaki:

(95) Fat-hul Baari 8/350 dan Muslim 1/90. Al-Bukhari no. 4477, Muslim no. 86.

(96) Fat-hul Baari 13/359 dan Muslim 1/59. Al-Bukhari no. 2856, Muslim no. 30.

(97) Ahmad 5/384, 394, 398. Shahih: Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam kitabnya Silsilah ash-Shahiihah no. 137.

(97) Ahmad 5/384, 394, 398. Shahih: Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam kitabnya Silsilah ash-Shahiihah no. 137.

(98) Ar-Razi 2/91.

tafsir quran terbaik

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Al Quran dan Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 19-20 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

al quran dan tafsir

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


al quran dan tafsir
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 19-20

Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan jari-jemarinya, karena (mendengar suara) petir, dengan sebab takut akan mati. Dan (pengetahuan serta kekuasaan) Allah meliputi orang-orang yang kafir. (QS. 2: 19) Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. 2: 20)

Perumpamaan Lain Bagi Orang-orang Munafik

Inilah perumpamaan lain yang Allah misalkan mengenai orang-orang munafik. Mereka adalah orang-orang yang terkadang melihat kebenaran, dan di lain waktu mereka ragu. Hati mereka yang berada dalam keraguan, kekufuran, dan rasa bimbang itu diumpamakan seperti hujan lebat (ka-shayyibi). Ash-shayyib berarti hujan. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, dan beberapa Shahabat lainnya ra-dhiyallaahu 'anhum. (80) Demikian pula Abul 'Aliyah, Mujahid, Sa'id bin Jubair, 'Atha', al-Hasan Bashri, Qatadah, 'Athiyyah al-'Aufi, 'Atha' al-Kurasani, as-Suddi dan ar-Rabi' bin Anas. (81)

Adh-Dhahhak mengatakan, "Ash-shayyib maksudnya adalah awan." (82)

Menurut pendapat yang masyhur, ash-shayyib adalah hujan yang turun dari langit dalam keadaan gelap gulita. Kegelapan itu adalah keraguan, kekufuran dan kemunafikan. Wa ra'dun (Dan petir/ halilintar) adalah perumpamaan ketakutan yang menggoncangkan hati.

Termasuk keadaan orang-orang munafik itu adalah ketakutan dan kecemasan yang sangat, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka." (QS. Al-Munaafiquun: 4)

Dia juga berfirman:

"Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (Nama) Allah, bahwa mereka termasuk golonganmu, padahal mereka bukan dari golonganmun, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu). Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya." (QS. At-Taubah: 56-57)

Adapun "al-barqu" maknanya adalah kilat yang terkadang menyinari hati orang-orang munafik, yakni cahaya keimanan. Oleh karena itu Allah berfirman: "Mereka menyumbat telinganya dengan jari-jemarinya, karena (mendengar suara) petir, dengan sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir." Yakni, ketakutan mereka sama sekali tidak bermanfaat karena Allah telah meliputi mereka dengan kekuasaan-Nya dan mereka itu berada di bawah kehendak dan keinginan-Nya. Sebagaimana Allah berfirman:

"Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, (yaitu kaum) fir'aun dan (kaum) tsamud. Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan, padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka." (QS. Al-Buruuj: 17-20)

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka," disebabkan kuat dan dahsyatnya kilat tersebut, di samping lemahnya penglihatan mata hati dan ketidakteguhan mereka dalam beriman.

'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, tentang ayat: "Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka," ia mengatakan, "Nyaris saja ayat-ayat muhkam al-Qur-an membongkar kebusukan orang-orang munafik." (83)

'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas tentang firman Allah: "Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu," ia berkata: "Setiap kali orang-orang munafik mencicipi kejayaan Islam mereka merasa nyaman, dan jika Islam menghadapi kesulitan mereka ingin segera kembali kepada kekufuran." (84)

Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu." (QS. Al-Hajj: 11)

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas tentang firman Allah: "Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti," bahwa maknanya mereka mengenal kebenaran dan membicarakannya, serta mereka beristiqamah memegang ucapan mereka. Namun jika mereka berbalik kepada kekufuran, maka mereka berdiri kebingungan. (85)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Abu 'Aliyah, al-Hasan al-Bashri, Qatadah, ar-Rabi' bin Anas, dan as-Suddi dengan sanadnya dari beberapa orang Shahabat ra-dhiyallaahu 'anhum. Dan inilah yang benar dan jelas, wallaahu a'lam. (86)

Keadaan itulah yang akan mereka alami pada hari Kiamat kelak, ketika manusia memperoleh cahaya sesuai dengan kadar keimanannya. Sebagian dari mereka ada yang diberi cahaya yang dapat menerangi perjalanan sejauh beberapa farsakh. (87) Dan ada yang mendapatkan lebih atau kurang dari itu. Sebagian lagi ada yang cahayanya terkadang padam dan terkadang menyala, maka dia pun terkadang berjalan di atas ash-shirath dan kadang berhenti. Ada pula yang cahayanya mati sama sekali, yaitu orang munafik sejati (tulen), yang Allah Ta'ala berfirman tentang mereka:

"Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: 'Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.' Dikatakan (kepada mereka): 'Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).'" (QS. Al-Hadiid: 13)

Dan Allah berfirman tentang orang-orang yang beriman dengan sebenarnya:

"(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): 'Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. Al-Hadiid: 12)

Serta firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: 'Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.'" (QS. At-Tahriim: 8)

Al Quran dan Tafsir


Hadits-hadits Dalam Masalah Ini

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu tentang firman Allah: "Sedang cahaya mereka memancar di hadapan mereka," (QS. At-Tahriim: 8) ia berkata: "Mereka akan melewati ash-shirath menurut kadar 'amalnya. Ada yang cahayanya sebesar gunung. Ada yang cahayanya sebesar pohon kurma. Dan cahaya yang paling kecil adalah sebesar ibu jari, terkadang bercahaya dan terkadang redup." (88)

Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia berkata: "Setiap ahli tauhid pasti diberikan cahaya pada hari Kiamat. Adapun orang munafik, cahayanya akan padam. Orang mukmin merasa takut ketika melihat cahaya orang munafik yang padam, maka mereka berdo'a:

"Wahai Rabb kami, sempurnakanlah cahaya kami bagi kami." (QS. At-Tahriim: 8) (89)

Adh-Dhahhak bin Muzahim berkata: "Akan diberikan cahaya di akhirat kepada siapa saja yang menunjukkan keimanan di dunia. Tatkala hendak melewati ash-shirath, cahaya orang munafik padam, maka melihat hal itu orang-orang mukmin merasa takut dan mereka berdo'a: 'Wahai Rabb kami, sempurnakanlah cahaya kami bagi kami.' (QS. At-Tahriim: 8)."

Jenis-jenis Orang Mukmin, Orang Kafir dan Orang Munafik

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia terbagi menjadi beberapa jenis. (Pertama), mukmin sejati, yakni meraka yang disifatkan pada empat ayat pertama surat al-Baqarah. (Kedua), kafir sejati, yakni mereka yang disifatkan pada dua ayat setelahnya. Dan (ketiga) orang-orang munafik, mereka terbagi dua: Pertama, orang-orang munafik 'tulen', merekalah yang disebutkan dalam perumpamaan api (seperti orang yang menyalakan api...dan seterusnya). Dan kedua, orang-orang munafik yang ragu-ragu. Terkadang tampak pada mereka cahaya iman dan terkadang meredup. Merekalah yang disebutkan dalam perumpamaan air hujan (seperti orang yang ditimpa hujan lebat...dan seterusnya). Keadaan mereka ini lebih ringan daripada yang pertama.

Kemudian Allah membuat perumpamaan tentang orang-orang kafir yang mereka merasa yakin berada di atas petunjuk, padahal mereka tidak berada di atas petunjuk. Mereka adalah orang-orang jahil (bodoh) dengan jahil murakkab (kebodohan yang sangat), yang Allah berfirman tentang mereka:

"Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sedikit pun." (QS. An-Nuur: 39)

Kemudian Allah membuat permisalan orang kafir yang jahil, yakni jahil basiith (sedang). Mereka adalah orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka:

"Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan, gelap gulita yang bertindih-tindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tidak dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tidaklah dia mempunyai cahaya sedikit pun." (QS. An-Nuur: 40)

Di sini orang kafir terbagi menjadi dua, yaitu orang kafir yang menyeru (kepada kekafiran) dan orang kafir yang hanya ikut-ikutan (muqallid), sebagaimana yang Allah Ta'ala sebutkan pada awal surat al-Hajj:

"Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa 'ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat." (QS. Al-Hajj: 3)

Dan Dia berfirman:

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa 'ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab (wahyu) yang bercahaya." (QS. Al-Hajj: 8)

Allah juga telah membagi orang-orang yang beriman di awal dan di akhir surat al-Waaqi'ah, juga pada surat al-Insaan menjadi dua bagian, pertama, saabiquun yaitu mereka yang didekatkan kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan kedua adalah ash-haabul yamiin, yaitu orang-orang yang berbuat kebajikan.

Kesimpulan dari ayat-ayat di atas bahwa orang-orang yang beriman terbagi menjadi dua bagian, yaitu orang-orang yang didekatkan dan orang-orang yang berbuat kebajikan. Orang-orang kafir juga terbagi dua, yaitu penyeru (kepada kekafiran) dan muqallid (hanya ikut-ikutan). Demikian pula orang-orang munafik terbagi dua, yaitu munafik sejati dan munafik yang dalam dirinya ada sebagian unsur kemunafikan, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) yang diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr ra-dhiyallaahu 'anhu, dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Ada tiga perkara yang apabila semuanya terdapat pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafik tulen. Dan barangsiapa yang dalam dirinya terdapat salah satu dari ketiganya, maka dirinya terkena salah satu sifat kemunafikan, hingga ia meninggalkannya. (Pertama), orang yang apabila berbicara ia berdusta. (Kedua) apabila berjanji ia ingkar, dan (ketiga) apabila diberi kepercayaan ia khianat." (90)

Hadits ini dijadikan dalil bahwa dalam diri manusia mungkin saja terdapat cabang keimanan dan juga cabang kemunafikan, baik yang bersifat 'amali (perbuatan) yakni yang disebutkan dalam hadits ini ataupun i'tiqadi (keyakinan) sebagaimana yang disebutkan dalam ayat.

Jenis-jenis Hati

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa'id ra-dhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Hati itu ada empat jenis: (Pertama) hati yang bersih, yang di dalamnya ada semacam pelita yang bersinar. (Kedua) hati yang tertutup lagi terikat. (Ketiga) hati yang terbalik, dan (keempat) hati yang berlapis. Hati yang bersih itu adalah hati seorang mukmin, maka pelita yang ada di dalamnya itu adalah cahaya hati. Adapun hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Sedangkan hati yang terbalik adalah hati orang munafik sejati, ia mengenal Islam kemudian ingkar. Sedangkan hati yang berlapis adalah hati orang yang di dalamnya terdapat keimanan dan kemunafikan. Perumpamaan iman di dalam hati laksana sayur-sayuran yang disiram air bersih. Dan perumpamaan kemunafikan dalam hati laksana luka yang berlumuran nanah dan darah. Maka, mana saja di antara keduanya (darah iman dan nanah kemunafikan) yang mengalahkan yang lainnya, itulah yang akan menguasainya.'" (91)

Sanad hadits ini jayyid lagi hasan. (92)

Dan firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 20)

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma tentang firman Allah Ta'ala: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka," ia mengatakan: "(Dilenyapkan) karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mengetahuinya." Tentang firman-Nya: "Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu," Ibnu 'Abbas mengatakan: "Artinya, Allah 'Azza wa Jalla berkuasa memberikan adzab ataupun ampunan kepada hamba-hamba-Nya." (93)

Ibnu Jarir mengatakan: "Sesungguhnya Allah menyifati diri-Nya dengan ke-Mahakuasaan atas segala sesuatu dalam hal ini, karena Dia hendak mengingatkan orang-orang munafik akan kekuatan dan keperkasaan-Nya. Dan Allah juga memberitahukan kepada mereka bahwa Dia meliputi mereka serta sanggup melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka." (94)

Ibnu Jarir dan kebanyakan ahli tafsir yang mengikuti beliau berpendapat bahwa kedua perumpamaan tersebut ditujukan untuk satu jenis munafik sehingga kata "aw" (atau) dalam firman Allah: "Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit," (QS. Al-Baqarah: 19) bermakna "wa" (dan) seperti dalam firman Allah: "Dan janganlah kamu iktui orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka." (QS. Al-Insaan: 24)

Bisa juga "aw" (atau) di situ bermakna takhyiir (pilihan/ alternatif), yaitu dibuat perumpamaan pertama bagi mereka, dan jika ingin, bisa juga dengan perumpamaan kedua. Al-Qurthubi berkata: "Kata "aw" (atau) bermakna tasaawi (penyamarataan). Seperti dalam kalimat: "jaalisil hasana aw ibna siriina" (duduklah bersama al-Hasan atau bersama Ibnu Sirin). Seperti yang dijelaskan oleh az-Zamakhsyari bahwa keduanya sama, yaitu sama-sama boleh duduk bersamanya. Jadi, berdasarkan pendapat ini makna firman Allah tersebut adalah sama, perumpamaan manapun yang dibuatkan bagi mereka, yang pertama ataupun yang kedua, keduanya sesuai dengan keadaan mereka."

Baca selanjutnya:



al quran dan tafsir

===

Catatan Kaki:

(80) Tafsiir ath-Thabari 1/334.

(81) Ibnu Abi Hatim 1/66.

(82) Ibnu Abi Hatim 1/67.

(83) Tafsiir ath-Thabari 1/349.

(84) Tafsiir ath-Thabari 1/349.

(85) Tafsiir ath-Thabari 1/346.

(86) Ibnu Abi Hatim 1/75.

(87) 1 farsakh = 3 mil, -pent.

(88) Tafsiir ath-Thabari 23/179.

(89) Al-Hakim 2/495.

(90) Fat-hul Baari 1/111, dan Muslim 1/78. Al-Bukhari no. 33, 34, Muslim no. 58, 59, tanpa kata "tsalaa-tsun". Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib no. 2937.

(91) Ahmad 3/17.

(92) Akan tetapi menurut Syaikh al-Albani rahimahullaah sanad hadits ini dha'if dalam kitabnya Silsilah adh-Dha'iifah no. 5158. Begitu juga menurut Syaikh al-Arna'uth hafizhahullaah dalam al-Musnad 17/208 no. 11129, cet. Ar-Risalah.

(93) Ibnu Abi Hatim 1/76.

(94) Tafsiir ath-Thabari 1/361.

al quran dan tafsir

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Belajar AlQuran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 17-18 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

belajar alquran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


belajar alquran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 17-18

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat. (QS. 2: 17) Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS. 2: 18)

Perumpamaan Orang-orang Munafik

Pengertian dari perumpamaan ini bahwa pembelian kesesatan dengan petunjuk, dan perubahan orang-orang munafik dari melihat menjadi buta, diserupakan oleh Allah dengan orang yang menyalakan api. Tatkala api itu menerangi sekitarnya dan ia dapat melihat apa yang ada di sebelah kanan dan kirinya serta merasa gembira karenanya, tiba-tiba api itu padam sehingga ia benar-benar berada dalam kegelapan. Ia tidak dapat melihat ataupun mendapat petunjuk. Keadaan ini diperparah dengan keadaan dirinya yang tulis sehingga dia tidak dapat mendengar, bisu sehingga tidak dapat berbicara, dan buta sehingga tidak dapat melihat. Akibatnya ia tidak dapat kembali kepada keadaan sebelumnya.

Begitu pula keadaan orang-orang munafik yang menukar kesesatan dengan petunjuk, dan lebih mencintai kesesatan daripada jalan yang lurus. Dalam perumpamaan ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang munafik itu awalnya beriman, tetapi kemudian kafir, sebagaimana yang Allah Ta'ala kabarkan di ayat yang lain. Wallaahu a'lam.

Belajar AlQuran


Firman Allah: "Allah hilangkan cahaya yang menyinari mereka," artinya Allah telah menghilangkan sesuatu yang berguna bagi mereka, yaitu cahaya, lalu Allah menetapkan sesuatu yang membahayakan mereka, yaitu kebakaran dan asap.

Firman Allah: "Dan membiarkan mereka dalam kegelapan," yaitu sesuatu yang mereka berada di dalamnya, berupa keraguan, kekufuran dan kemunafikan. "Mereka tidak dapat melihat," yaitu tidak mendapatkan jalan menuju kebaikan dan mereka tidak mengetahuinya. Bersamaan dengan itu, mereka "Tuli," tidak dapat mendengar kebaikan, "Bisu," tidak dapat membicarakan perkara yang bermanfaat bagi mereka, dan "Buta," di dalam kesesatan dan kebutaan mata hati, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada." (QS. Al-Hajj: 46)

Dengan demikian mereka tidak dapat kembali seperti semula, yaitu keadaan ketika mereka mendapatkan hidayah yang telah mereka jual dengan kesesatan.

belajar alquran

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Belajar Al Quran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 16 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

belajar al quran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


belajar al quran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 16

Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (QS. 2: 16)

Tentang firman Allah Ta'ala: "Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk," as-Suddi dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud, dan beberapa orang Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, ia mengatakan: "Mereka mengambil kesesatan dan meninggalkan petunjuk."

Mujahid mengatakan: "Mereka beriman kemudian mereka kafir."

Qatadah mengatakan: "Mereka lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk." Demikianlah yang dikatakan oleh Qatadah. Dan pendapat ini semakna dengan firman Allah Ta'ala tentang kaum Tsamud: "Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu." (QS. Fushshilat: 17)

Belajar Al Quran


Kesimpulan dari pendapat para mufassirin di atas bahwasanya orang-orang munafik itu menyimpang dari petunjuk dan jatuh ke dalam kesesatan. Dan itulah makna firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk." Artinya, mereka menjual petunjuk untuk mendapatkan kesesatan. Hal itu berlaku juga bagi orang yang pernah beriman lalu kembali kepada kekufuran, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman tentang mereka: "Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka ditutup rapat." (QS. Al-Munaafiquun: 3)

Atau mereka lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk, sebagaimana keadaan kelompok lain dari orang-orang munafik, di mana mereka terdiri dari beberapa macam dan bagian. Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman: "Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah: 16). Maksudnya, perniagaan yang mereka lakukan itu tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mereka mendapatkan petunjuk dengan sebab apa yang mereka lakukan.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah mengenai firman-Nya: "Maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk," ia mengatakan: "Demi Allah, kalian telah menyaksikan mereka keluar dari petunjuk menuju kesesatan, dari persatuan kepada perpecahan, dari rasa aman kepada ketakutan, dan dari Sunnah kepada bid'ah." (78)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. (79)

belajar al quran

===

Catatan Kaki:

(78) Tafsiir ath-Thabari 1/316.

(79) Ibnu Abi Hatim 1/60.

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Sunday, 11 November 2018

Tafsir Quran Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 14-15 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

tafsir quran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


tafsir quran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 14-15

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian denganmu, kami hanyalah berolok-olok." (QS. 2: 14) Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

Makar dan Tipu Daya Orang-orang Munafik

Allah 'Azza wa Jalla menerangkan bahwa jika orang-orang munafik itu berjumpa dengan orang-orang mukmin, mereka berkata: "Kami beriman." Mereka menampakkan keimanan, loyalitas dan keakraban sebagai tipuan dan kemunafikan di hadapan orang-orang yang beriman, dan sikap berpura-pura serta upaya menyembunyikan jati diri yang sebenarnya. Tujuannya agar mereka diikutsertakan ketika mendapatkan kebaikan dan ghanimah (harta rampasan perang).

Firman Allah, "Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka," maksudnya jika mereka kembali dan bergabung dengan syaitan-syaitan mereka, yaitu para pendeta yahudi, para pemuka kaum musyrikin dan orang-orang munafik.

Syaitan-syaitan dari Jenis jin dan Manusia

Ibnu Jarir berkata: "Syaitan dari tiap-tiap makhluk adalah mereka yang durhaka. Dengan demikian, maka syaitan bisa dari jenis jin maupun manusia, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (QS. Al-An'aam: 112)

Makna al-Istihzaa'

Firman-Nya: "Mereka berkata: 'Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian.'" Dijelaskan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia mengatakan: "Maknanya, kami seiring dengan apa yang kalian jalani."

Firman-Nya: "Sebenarnya kami hanya mengolok-olok," maksudnya kami hanya memperolok dan mempermainkan mereka saja. (71)

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, ia mengatakan: "Maksudnya, sesungguhnya kami hanya mengejek dan mencemoohkan Shahabat-shahabat Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam." (72)

Hal itu juga dikatakan oleh ar-Rabi' bin Anas dan Qatadah. (73)

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menjawab dan menanggapi perbuatan mereka dengan firman-Nya: "Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka."

Ibnu Jarir berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dia akan membalas olokan-olokan mereka itu pada hari Kiamat kelak melalui firman-Nya:

'Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: 'Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.' Dikatakan (kepada mereka): 'Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).' Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.'" (QS. Al-Hadiid: 13)

Dia juga berfirman:

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah." Dan ayat selanjutnya. (QS. Ali 'Imran: 178)

Ibnu Jarir berkata: "Ayat-ayat di atas dan yang serupa dengannya menerangkan olok-olok, cemoohan, makar dan tipu daya Allah Ta'ala terhadap orang-orang munafik dan orang-orang yang menyekutukan-Nya.

Tafsir Quran


Makar Orang-orang Munafik akan Kembali kepada Mereka

Ini merupakan kabar dari Allah Ta'ala bahwa Dia akan membalas olok-olokan mereka serta akan menyiksa mereka akibat tipu daya mereka itu. Dia juga memberitahukan balasan dan hukuman yang akan Dia berikan kepada mereka, bersamaan dengan pemberitahuan bahwa perbuatan mereka itu memang berhak mendapat balasan dan siksaan. Pembalasan ini disebutkan dengan satu lafazh, yaitu istihzaa' (memperolok-olok) walaupun maknanya berbeda antara olok-olok Allah terhadap mereka dan olok-olok mereka terhadap Allah, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (QS. Asy-Syuura: 40)

Dan juga firman-Nya:

"Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerangmu, maka seranglah ia." (QS. Al-Baqarah: 194)

Hal yang disebutkan pertama adalah kezhaliman, sedangkan hal yang disebutkan kemudian (balasan) merupakan keadilan. Meskipun kedua kata itu sama namun maknanya berbeda.

Ibnu Jarir mengatakan: "Seluruh kata semacam ini dalam al-Qur-an harus dibawa kepada pemaknaan seperti itu."

Karena telah disepakati secara ijma' bahwasanya Allah terlepas dari perbuatan makar, tipu daya dan cemoohan yang dilakukan dengan tujuan untuk main-main dan perbuatan sia-sia. Adapun yang Dia lakukan sebagai hukuman dan balasan secara adil maka hal itu tidak mustahil bagi-Nya.

Yang dimaksud dengan al-Madd, ath-Thugh-yaan dan al-'Amah

Tentang firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Dan (Allah) membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka," as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud dan beberapa orang Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: "Wa yamudduhum (Dan (Allah) membiarkan mereka)" artinya memberi tenggang kepada mereka. (74)

Mujahid mengatakan: "Yamudduhum berarti menambah (kesesatan) mereka." (75)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberi kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar." (QS. Al-Mu'-minuun: 55-56)

Ibnu Jarir mengatakan: "Yang benar adalah Kami memberikan tambahan kepada mereka dengan memberikan tangguh serta membiarkan mereka dalam kesesatan dan keduhakaan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Qur-an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (QS. Al-An'aam: 110) (76)

"Ath-Thugh-yaan" artinya sikap berlebih-lebihan dalam suatu perkara, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera." (QS. Al-Haaqqah: 11)

Ibnu Jarir berkata: "Ath-Thugh-yaan adalah kesesatan. Dikatakan 'Ya'mahu 'amhan wa umuuhan 'amiha fulaanun' Apabila fulan telah tersesat."

Ibnu Jarir mengatakan: "Makna firman Allah: 'Bergelimang dalam kesesatannya yang sangat," adalah mereka terombang-ambing dalam kesesatan dan kekafiran yang mengotori dan menguasai diri mereka. Mereka bingung, sesat dan tidak menemukan jalan keluar, karena Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah mengunci mati hati mereka dan menutupnya. Juga membutakan pandangan mereka dari petunjuk dan menghalanginya, sehingga mereka tidak dapat melihat petunjuk dan tidak pula mendapatkan jalan keluar." (77)

tafsir quran

===

Catatan Kaki:

(71) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(72) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(73) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(74) Tafsiir ath-Thabari 1/311.

(75) Ibnu Abi Hatim 1/57.

(76) Tafsiir ath-Thabari 1/307.

(77) Tafsiir ath-Thabari 1/309.

tafsir quran

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Tafsir Al Quran Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 13 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

tafsir al quran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


tafsir al quran
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 13

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, akan tetapi mereka tidak tahu. (QS. 2: 13)

Allah Ta'ala berfirman bahwa jika dikatakan kepada orang-orang munafik itu, "Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang lain beriman." Yakni, seperti keimanan manusia kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, adanya kebangkitan setelah kematian, Surga, Neraka dan lain sebagainya yang telah diberitahukan kepada orang-orang yang beriman, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya." "Mereka mengatakan: 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?'" Yang mereka maksud dengan orang-orang bodoh di sini adalah para Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Demikian menurut pendapat Abul 'Aliyah, as-Suddi dalam tafsirnya, dari Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhum serta beberapa orang Shahabat. (69) Hal yang sama juga dikatakan oleh ar-Rabi' bin Anas, 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (70) dan lain-lain.

Tafsir Al Quran


Orang-orang munafik itu berkata: "Haruskah kami dan mereka berada pada satu kedudukan dan jalan yang sama? Padahal mereka adalah orang-orang yang bodoh?" Kata "as-sufahaa-u" adalah jamak dari "safiihun", seperti kata "al-hukamaa-u" jamak dari kata "hakiimun", dan "al-hulamaa-u" jamak dari "haliimun". Makna "safiihun" adalah bodoh dan lemah akal serta sedikit memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang mendatangkan maslahat ataupun mudharat. Oleh karena itu Allah menyebut kaum wanita dan anak-anak dengan sufahaa', dalam firman-Nya: "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka) yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (QS. An-Nisaa': 5) Jumhur ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud sufahaa' adalah wanita dan anak-anak.

Dan Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah menyanggah semua hal yang berkaitan dengan perkataan orang-orang munafik dengan firman-Nya: "Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh." Lalu Allah menegaskan kebodohan mereka itu dengan firman-Nya: "Akan tetapi mereka tidak tahu." Maknanya, termasuk tanda dari kebodohan mereka yang sempurna bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan dirinya dalam kesesatan dan kebodohan. Hal itu lebih menjatuhkan mereka dan lebih menegaskan keberadaan mereka dalam kebutaan dan jauh dari petunjuk.

Baca selanjutnya:

tafsir al quran

===

Catatan Kaki:

(69) Tafsir ath-Thabari 1/293.

(70) Tafsir ath-Thabari 1/294.

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Friday, 9 November 2018

Ayat-ayat Suci AlQuran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 11-12 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

ayat-ayat suci alquran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


ayat-ayat suci alquran
Surat al-Baqarah (11-12)

Al-Baqarah, Ayat 11-12

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi." Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. 2: 11). Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS. 2: 12)

Yang Dimaksud dengan Kerusakan

Di dalam kitab tafsirnya, as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhum, dan beberapa Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang firman Allah: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.'" Ia mengatakan: "Mereka adalah orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan yang dimaksud adalah kekufuran dan perbuatan maksiat." (64)

Abu Ja'far ath-Thabari meriwayatkan dari ar-Rabi' bin Anas dari Abul 'Aliyah tentang firman Allah: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.'" Ia mengatakan: "Janganlah kalian berbuat maksiat di muka bumi ini. Dan kerusakan yang mereka perbuat adalah kemaksiatan kepada Allah. Karena orang yang berbuat maksiat kepada Allah atau menyuruh berbuat maksiat kepada-Nya berarti ia telah berbuat kerusakan di muka bumi. Alasan lain, karena perbaikan langit dan bumi dilakukan dengan ketaatan." (65)

Pendapat serupa juga dikatakan oleh ar-Rabi' bin Anas dan Qatadah. (66)

Ayat-ayat Suci AlQuran


Berbagai Bentuk Kerusakan yang Diperbuat oleh Orang-orang Munafik

Ibnu Jarir berkata: "Orang-orang munafik (berdasarkan ayat di atas) adalah pembuat kerusakan di muka bumi, yaitu dengan berbuat maksiat kepada Allah, melanggar larangan-Nya, serta menyia-nyiakan kewajiban yang diperintahkan kepada mereka. Juga dengan keraguan terhadap agama Allah, padahal amal seseorang tidak akan diterima kecuali dengan membenarkan dan meyakini hakikatnya. Mereka pun menipu kaum mukminin dengan pengakuan palsu, sementara mereka tetap berada dalam keraguan dan kebimbangan. Mereka mendukung orang-orang yang mendustakan Allah, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya dalam melawan kekasih-kekasih-Nya, setiap kali ada jalan dan kesempatan. Itulah kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang munafik di muka bumi. Dengan perbuatan tersebut, mereka menyangka telah melakukan perbaikan di muka bumi." (67)

Ini pula yang dikatakan oleh Hasan bahwa di antara bentuk kerusakan yang dilakukan di muka bumi adalah kaum mukminin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali-wali (pemimpin atau pelindung), sebagaimana Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Adapun orang-orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS. Al-Anfaal: 73)

Dengan demikian, Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah memutuskan perwalian antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS. An-Nisaa': 144)

Kemudian Dia berfirman: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." (QS. An-Nisaa': 145)

Lahiriyah orang-orang munafik yang menampakkan keimanan sangat membingungkan kaum mukminin. Seakan-akan kerusakan itu berasal dari orang munafik, karena telah menipu orang-orang mukmin dengan ucapannya yang dusta serta mendukung orang-orang kafir dalam memerangi orang-orang mukmin. Seandainya mereka sebatas mengatakan dusta, maka keburukannya itu lebih ringan. Dan andaikan orang-orang munafik itu ikhlas beramal karena Allah dan menyesuaikan ucapan dengan perbuatannya, niscaya akan beruntung dan selamat. Oleh karena itulah Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.'" (QS. Al-Baqarah: 11). Maksudnya, orang-orang munafik berkata, "Kami ingin bergaul dengan kedua belah pihak (kaum mukmin dan kaum kafir), dan menginginkan ishlah (perdamaian) antara kedua belah pihak. Penafsiran ini juga diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.'" (QS. Al-Baqarah: 11). Maknanya, orang-orang munafik itu berkata, "Kami hanya ingin mendamaikan kaum mukminin dengan Ahli Kitab." (68)

Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS. Al-Baqarah: 12) Melalui ayat ini Allah 'Azza wa Jalla memberitahukan: "Ketahuilah, apa yang mereka sangka sebagai perbaikan, sebenarnya adalah kerusakan. Namun karena kebodohannya, mereka tidak menyadari hal itu sebagai kerusakan."

ayat-ayat suci alquran

===

Catatan Kaki:

(64) Tafsiir ath-Thabari 1/288.

(65) Ibnu Abi Hatim 1/50.

(66) Ibnu Abi Hatim 1/51.

(67) Tafsiir ath-Thabari 1/289.

(68) Ibnu Abi Hatim 1/52.

ayat-ayat suci alquran

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Buku Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 10 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

buku tafsir

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


buku tafsir
Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 10

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (QS. 2: 10)

Yang Dimaksud dengan Penyakit

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Shalih, keduanya meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma dan Murrah al-Hamdani, keduanya meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu dan beberapa orang Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, tentang ayat: "Di dalam hati mereka ada penyakit", ia berkata: "Penyakit itu berupa keraguan". "Lalu Allah menambah penyakitnya", yakni Allah menambah lagi keraguannya." (59)

Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, 'Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, Abul 'Aliyah, ar-Rabi' bin Anas dan Qatadah. (60)

'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: "Di dalam hati mereka ada penyakit", yang dimaksud adalah penyakit di dalam agama, bukan penyakit jasmani. Mereka adalah orang-orang munafik. Dan penyakit itu adalah keraguan yang menyerang mereka ketika masuk ke dalam Islam. "Lalu Allah menambah penyakitnya", ia mengatakan: "Yakni ditambahkan (setelah masuk Islam) kepada mereka kotoran (kekufuran)." (61)

Kemudian ia membaca ayat:

"Adapun orang yang berimaan, maka surat ini menambah keimanannya, sedang mereka bergembira. Dan adapun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada)." (QS. At-Taubah: 124-125)

Penafsiran yang lain yaitu ditambahkannya keburukan di sampaing keburukan yang telah ada dan ditambahkannya kesesatan di samping kesesatan yang telah ada. Perkataan 'Abdurrahman ini sangat baik, sesuai dengan kaidah: Al-Jaza-u min jinsil 'amali (Balasan itu sesuai dengan 'amal perbuatan). Itu pula yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu. Perbandingannya (dalam hal keimanan) adalah seperti firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Dan (bagi) orang-orang yang mendapat petunjuk, maka Allah menambah petunjuk kepada mereka, dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (QS. Muhammad: 17)

Dan firman Allah: Bimaa kaanuu yakdzibuun "Atas apa yang mereka dustakan dahulu", dibaca juga yukadzdzibuun. Mereka pantas disifati dengan ini dan itu karena mereka dahulu adalah tukang dusta. Dan mereka mendustakan perkara ghaib. Jadi, mereka menggabungkan antara banyak sifat.

Buku Tafsir


Catatan:

Orang yang mengatakan bahwa Rasulullah 'alaihish Shalaatu was salaam mengetahui identitas sebagian kaum munafik, mereka berdasar kepada hadits Hudzaifah bin al-Yaman ra-dhiyallaahu 'anhu tentang penyebutan nama empat belas orang munafik dalam peperangan Tabuk yang berencana membunuh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di kegelapan malam di sebuah bukit di sana. Mereka berencana mengejutkan unta Nabi agar beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jatuh. Lalu Allah mewahyukan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang rencana tersebut, dan Hudzaifah mengetahui peristiwa itu.

Adapun selain keempat belas orang itu, Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah berfirman:

"Di antara orang-orang Arab badui di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik, dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka melampaui batas dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka." (QS. At-Taubah: 101)

Dan Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Sesungguhnya jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya." (QS. Al-Ahzaab: 60-61)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak mengetahui mereka dan tidak mengetahui identitas mereka. Namun yang disebutkan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hanyalah tentang sifat-sifat mereka yang mana tanda-tanda tersebut bisa terlihat pada sebagian dari mereka. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

"Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka." (QS. Muhammad: 30)

Orang yang kemunafikannya paling terkenal di antara mereka adalah 'Abdullah bin Ubay bin Salul. Zaid bin Arqan telah bersaksi atas kemunafikannya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menegur 'Umar bin al-Khaththab ra-dhiyallaahu 'anhu atas keinginannya menghabisi 'Abdullah bin Ubay bin Salul:

"Aku tidak suka jika orang-orang Arab berkomentar bahwa Muhammad telah membunuh temannya sendiri." (62)

Walau demikian, ketika 'Abdullah wafat, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menshalatkannya dan menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin lainnya. Dalam riwayat yang shahih disebutkan:

"Aku telah diberi pilihan dan aku mengambil pilihan tersebut."

Dalam riwayat lain:

"Andaikata aku tahu jika sekiranya aku menambah permohonan ampunan lebih dari tujuh puluh kali ia akan diampuni, niscaya aku akan menambahnya." (63)

Baca selanjutnya:

buku tafsir

===

Catatan Kaki:

(59) Tafsiir ath-Thabari 1/280.

(60) Ibnu Abi Hatim 1/48.

(61) Tafsiir ath-Thabari 1/280.

(62) Tafsiir ath-Thabari 23/406. Al-Bukhari no. 3519, Muslim no. 2584(63).

(63) Fat-hul Baari 8/184 dan Muslim 4/2141.

buku tafsir

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Baca AlQuran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 8-9 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

baca alquran

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


baca alquran
Surat al-Baqarah (8-9)

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

Al-Baqarah, Ayat 8-9

Golongan Munafik, -pent.

"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir', padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman." (QS. 2: 8). "Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya." (QS. 2: 9)

Makna Nifaq (Kemunafikan)

Nifaq adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Nifaq ada beberapa macam. Pertama, nifaq I'tiqadi (dalam keyakinan), yang menjadikan pelakunya kekal di Neraka. Kedua, nifaq 'amali (berupa perbuatan) yang merupakan salah satu dosa besar, sebagaimana akan dirinci pada pembahasan khusus insya Allah. Ibnu Juraij berpendapat bahwa orang munafik itu senantiasa bertentangan antara ucapan dan perbuatannya, antara yang tersembunyi dan yang nyata, serta antara zhahir dan yang bathin. (55)

Awal Mula Kemunafikan

Sesungguhnya sifat-sifat kaum munafik banyak disebutkan dalam surat-surat yang diturunkan di Madinah, karena di Makkah tidak ada kemunafikan. Bahkan sebaliknya, di antara penduduk Makkah ada yang menampakkan kekafiran karena terpaksa, padahal hati mereka beriman. Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah, di sana terdapat kaum Anshar yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj yang pada masa jahiliyah, mereka beribadah kepada berhala, sebagaimana kaum musyrikin Arab. Di sana juga terdapat orang-orang yahudi dari kalangan Ahlul Kitab yang menempuh jalan para pendahulu mereka. Mereka terdiri dari tiga kabilah:

1. Bani Qainuqa', yang merupakan sekutu kabilah Khazraj.
2. Bani Nadhir.
3. Bani Quraizhah, sekutu kabilah Aus.

Tatkala Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah, beberapa orang dari kalangan Anshar masuk Islam. Mereka berasal dari kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Hanya sedikit orang-orang yahudi masuk Islam, seperti 'Abdullah bin Salam ra-dhiyallaahu 'anhu. Saat itu belum ada kemunafikan, sebab kaum mukminin belum memiliki kekuatan yang diperhitungkan oleh pihak luar. Bahkan, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdamai dengan golongan yahudi dan beberapa kabilah di sekitar Madinah.

Pasca perang Badar, di mana Allah telah menampakkan kalimat-kalimat-Nya serta memuliakan Islam dan para pemeluknya, maka muncullah orang-orang yang mengaku Islam, namun hati mereka kafir, seperti 'Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang tokoh di Madinah yang berasal dari kabilah Khazraj. Dia termasuk salah satu pemimpin kabilah Aus dan Khazraj pada masa jahiliyah. Sebelum kemunculan Islam, dua kabilah itu bertekad hendak menjadikannya pemimpin.

Begitu datang kebaikan (Islam) kepada mereka dan mereka pun masuk Islam, tekad mereka itu terlupakan, sehingga tokoh yang satu ini menyimpan dendam kesumat terhadap Islam dan kaum muslimin. Usai perang Badar, 'Abdullah bin Ubay berkata: "Ketetapan Islam benar-benar telah tiba." Dia pun memperlihatkan diri masuk Islam bersama orang-orang yang mengikuti jejaknya dan beberapa dari kalangan Ahli Kitab. Sejak itulah muncul kemunafikan di tengah-tengah penduduk Madinah dan orang-orang Arab di sekitarnya.

Adapun dari kalangan Muhajirin tidak ada seorangpun dari mereka yang munafik, karena tidak seorang pun dari mereka yang hijrah dengan terpaksa. Bahkan mereka melakukannya sehingga rela meninggalkan harta, anak-anak dan negerinya, dengan mengharapkan pahala di sisi Allah di negeri akhirat.

Baca AlQuran


Tafsir Ayat

Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa makna firman Allah: "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir', padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman", yakni orang-orang munafik dari kabilah Aus dan Khazraj serta orang-orang yang semisal dengan mereka." (56)

Abul 'Aliyah, al-Hasan al-Bashri, Qatadah dan as-Suddi pun menafsirkan 'Orang-orang munafik' pada ayat tersebut dengan orang-orang munafik kabilah Aus dan Khazraj. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala mengingatkan sifat-sifat orang-orang munafik agar kaum mukminin tidak terpedaya oleh penampilan mereka, karena kelengahan dalam hal ini akan mendatangkan bahaya yang besar, jika tidak berhati-hati terhadap mereka. Jangan sampai kaum mukminin beri'tiqad bahwa orang-orang munafik itu beriman, padahal sebenarnya mereka kafir.

Sangkaan ini merupakan kesalahan besar, karena menganggap orang-orang fajir (buruk) sebagai orang-orang baik. Dalam hal ini Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir', padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman", maknanya mereka mengucapkan pengakuan itu tanpa bukti yang nyata, sebagaimana firman-Nya: "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, seraya berkata: 'Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.' Maka Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya." (QS. Al-Munaafiquun: 1). Maknanya, mereka mengucapkannya hanya ketika mendatangimu (Muhammad) saja, bukan pengakuan yang sesungguhnya. Hal ini terlihat ketika mereka menggunakan huruf inna dan laam ta'-kid yang keduanya berfungsi sebagai penguat (innaka larasuulullaah (sesungguhnya engkau benar-benar Rasulullah)) ketika menyampaikannya.

Orang-orang munafik menekankan pernyataan keimanan mereka kepada Allah dan hari Akhir, padahal sesungguhnya tidak demikian. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah mendustakan persaksian dan pernyataan mereka dengan firman-Nya: "Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar para pendusta." (QS. Al-Munaafiquun: 1)

Dan juga dengan firman-Nya: "Padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 8)

Firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman", dengan menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran, hal ini terjadi karena kebodohan mereka. Mereka menyangka: Pertama, telah menipu Allah dengan ucapan itu. Kedua, mengira bahwa ucapan itu bermanfaat di sisi Allah. Ketiga, menganggap bahwa perkataan mereka itu akan laris diterima, sebagaimana pernyataan mereka itu sempat diterima oleh sebagian kaum muslimin.

Firman Allah:

"(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan oleh Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang-orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka adalah para pendusta." (QS. Al-Mujaadilah: 18)

Tiga sangkaan itu dibalas oleh Allah 'Azza wa Jalla dengan firman-Nya: "Padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedangkan mereka tidak menyadarinya." (QS. Al-Baqarah: 9). Dengan tindakan itu mereka hanya menipu diri mereka sendiri karena mereka tidak menyadarinya. Sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka." (QS. An-Nisaa': 142)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Juraij tentang firman Allah Ta'ala: "Mereka menipu Allah", ia mengatakan: "Mereka memperlihatkan diri dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah) untuk menyelamatkan nyawa dan kekayaan mereka agar tidak lenyap, sementara hati mereka sama sekali tidak meyakininya." (57)

Firman Allah:

"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir', padahal mereka itu bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedangkan mereka tidak sadar." (QS. Al-Baqarah: 8-9)

Tentang ayat di atas, Sa'I'd telah meriwayatkan dari Qatadah bahwa sebagian dari sifat-sifat orang munafik yang sangat banyak adalah akhlaknya tercela, membenarkan dengan lisan tetapi mengingkarinya dengan hati serta bertentangan dengan perbuatan. Pada pagi hari ia berada dalam suatu keadaan tetapi di sore hari ia berada dalam keadaan lain. Sore hari dalam suatu keadaan dan pada pagi harinya pun berubah, seperti bergoyangnya kapal yang ditiup angin. Ke mana angin bertiup ke situlah ia mengarah. (58)

Baca selanjutnya: Buku Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 10

baca alquran

===

Catatan Kaki:

(55) Tafsiir ath-Thabari 1/270.

(56) Tafsiir ath-Thabari 1/269.

(57) Ibnu Abi Hatim 1/46.

(58) Ibnu Abi Hatim 1/47.

baca alquran

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/

Al Quran Online Tafsir Ibnu Katsir Al Baqarah Ayat 7 | Tafsir Ibnu Katsir Indonesia

al quran online

Shahih Tafsir Ibnu Katsir


Surat al-Baqarah

Al-Baqarah, Ayat 7

al quran online
"Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS. 2: 7)

As-Suddi mengatakan: "Khatamallaahu artinya Allah telah menutup dengan sesuatu yang melekat (thaba'a)." (44)

Berkaitan dengan ayat ini Qatadah mengatakan: "Syaitan telah menguasai mereka karena mereka mentaatinya. Maka Allah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, serta pandangan mereka ditutup, hingga tidak dapat melihat petunjuk, tidak dapat mendengarkan, memahami ataupun berfikir." (45)

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, ia mengatakan bahwa kata khatama dalam firman Allah: "Khatamallaahu 'alaa quluubihim 'Allah mengunci mati hati mereka', artinya adalah ath-thab'u yaitu melekatnya dosa di hati, lalu dosa-dosa itu senantiasa mengelilinginya dari segala arah, sehingga berhasil bertemu (melekat kuat) dengan hati. Pertemuan dosa dengan hati inilah yang merupakan tutupan yang melekat (ath-thab'u)." (46)

Selanjutnya Ibnu Juraij mengatakan: "Yang ditutup rapat adalah hati dan pendengaran mereka." (47)

Ibnu Juraij berkata: 'Abdullah bin Katsir telah berkata kepadaku bahwasanya ia pernah mendengar Mujahid mengatakan: "Ar-Raan (noda-noda yang menempel di hati) lebih ringan daripada ath-thab'u (penutup yang melekat), dan ath-thab'u lebih ringan dari al-iqfaal (dikunci mati), serta al-iqfaal lebih berat dari semua itu." (48)

Al-A'masy berkata: "Mujahid mengisyaratkan kepada kami dengan tangannya seraya berkata: 'Mereka berpendapat bahwa perumpamaan hati seperti ini, yakni telapak tangan. Jika seseorang berbuat dosa, maka dosa itu menutupinya.' Sambil membengkokkan jari kelingkingnya, ia (Mujahid) mengatakan: 'Seperti ini. Jika ia berbuat dosa lagi, maka dosa itu menutupinya.' Mujahid membengkokkan jari yang lain ke telapak tangannya. Demikian seterusnya hingga seluruh jari jemari menutup telapak tangannya. Setelah itu Mujahid berkata: 'Hati mereka itu terkunci mati.' Dan Mujahid mengatakan: 'Mereka memandang bahwa hal itu adalah ar-rain (kotoran/ dosa).'" (49)

Al-Qurthubi berkata: "Ummat Islam telah sepakat bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah menyifati diri-Nya dengan mengunci mati dan menutup hati orang-orang kafir sebagai balasan atas kekufuran mereka. Sebagaimana firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Bahkan, sebenarnya Allah telah menutup hati mereka karena kekafirannya." (QS. An-Nisaa': 155)

Lalu dia menyebutkan hadits tentang berbolak-baliknya hati.

Yaa muqallibal quluubi tsabbit quluubanaa 'alaa diinika
"Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatia kami di atas agama-Mu." (50)

Dia (al-Qurthubi) juga menyebutkan hadits Hudzaifah yang terdapat dalam kitab ash-Shahiih, dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Berbagai fitnah yang menimpa hati laksana tikar yang dianyam lembar demi lembar. Mana saja hati yang terkena suatu fitnah, maka digoreskan satu noda hitam padanya. Dan mana saja hati yang menolak fitnah-fitnah itu, maka digoreskan padanya titik putih. Jadi, hati manusia itu terbagi dua. (Pertama) Hati yang putih seperti air jernih, yang tidak akan dicelakakan oleh fitnah apapun selama masih ada langit dan bumi. Dan (kedua), hati yang berwarna hitam kelam, bagaikan tempat minum yang terbalik, tidak mengenal kebaikan dan tidak pula mengingkari kemungkaran." (51) (Dan hadits selanjutnya)

Ibnu Jarir berkata: "Menurut pendapatku dalam hal ini yang benar adalah hadits shahih yang semakna dengannya dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Sesungguhnya apabila seorang mukmin berbuat suatu dosa, maka pasti ada titik hitam dalam hatinya. Apabila ia bertaubat dan mencabut dirinya dari dosa itu, serta mencari keridhaan Allah, maka hatinya menjadi mengkilap. Jika dosanya bertambah, maka bertambah pula titik itu sehingga meliputi hatinya. Itulah ar-raan yang Allah Ta'ala berfirman: 'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menodai hati mereka.' (QS. Al-Muthaffifiin: 14).'" (52)

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi mengatakan: "Hadits ini hasan shahih." (53)

I'rab (*) Kata Ghisyaawah dan Maknanya

Perlu diketahui bahwa waqaf taam, yaitu berhenti sempurna saat membaca firman Allah: Khatamallaahu 'alaa quluubihim wa 'alaa sam'ihim "Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka", dan juga firman-Nya: Wa 'alaa ab-shaarihim ghi-syaawah "Serta penglihatan mereka ditutup", menunjukkan bahwa dua penggalan ayat di atas masing-masing merupakan kalimat sempurna. Penggalan pertama memberi pengertian bahwa yang dikunci mati adalah hati dan pendengaran mereka. Sedangkan ghisyaawah pada penggalan yang kedua adalah penutup pada pandangan.

As-Suddi dalam tafsirnya dari Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu, dan beberapa orang Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, menerangkan tentang firman-Nya: "Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka", dengan berkata: "Oleh karena itu, mereka tidak dapat berfikir dan mendengar. Dan penutup (ghisyaawah) pada penglihatan mereka, membuat mereka buta." (54)

Al Quran Online


Penyebutan Orang-orang Munafik

Setelah menyebutkan sifat-sifat kaum mukminin pada empat ayat pertama surat al-Baqarah, dan menerangkan keadaan orang-orang kafir dengan kedua ayat di atas, kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menjelaskan keadaan orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran.

Bersamaan dengan semakin samarnya kaum munafik di tengah-tengah manusia, maka Allah Sub-haanahu wa Ta'aala semakin sering menyebutkan sifat-sifat kemunafikan mereka, seperti Allah telah menurunkan surat Bara-ah (at-Taubah) dan surat al-Munaafiquun tentang keadaan mereka. Dalam surat an-Nuur dan surat-surat lainnya pun dijelaskan tentang keadaan mereka agar orang-orang menghindarinya dan tidak terjerumus ke dalam kemunafikan.

Baca selanjutnya: Baca AlQuran Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 8-9

al quran online

===

Catatan Kaki:

(44) Ibnu Abi Hatim 1/44.

(45) Ibnu Abi Hatim 1/44.

(46) Ibnu Abi Hatim 1/44.

(47) Tafsiir ath-Thabari 1/259.

(48) Tafsiir ath-Thabari 1/259.

(49) Tafsiir ath-Thabari 1/258.

(50) At-Tirmidzi no. 2140, 2587, dan Ibnu Majah no. 3834. Shahih: Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami' no. 7987, 7988.

(51) Muslim 1/128. no. 144.

(52) Tafsiir ath-Thabari 1/260.

(53) Tuhfatul Ahwadzi 9/254, an-Nasa-i dalam al-Kubra 6/509, dan Ibnu Majah 2/1418. Hasan: At-Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, dan lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib no. 3141.

(*) Perubahan akhir kata dalam susunan bahasa Arab, -pent.

(54) Tafsiir ath-Thabari 1/266.

al quran online

===

Maraji'/ sumber: https://baitulkahfitangerang.blogspot.com/